Pixabay |
bot whatsapp grup aku bertanya padamu
"apakah Tuhan suka makan sate kambing?"
bot whatsapp grup aku bertanya padamu
"bagaimana cara memasak feses sendiri agar
menjadi menu makan siang paling lezat?"
bot whatsapp grup aku bertanya padamu
"berkeinginankah kamu menjadi manusia,
bahagiakah kamu hanya menjadi bot?"
bot whatsapp grup aku bertanya padamu
"bagaimana cara bunuh diri paling romantis?"
lalu kaubuatkan kupuisi sebagai jawaban
begini bunyi baitnya:
di alam metafora hanya ada satu keadilan;
pengkhianatan tak terperi
kemari kita telusuri jalan yang sesat itu
gambar dirimu yang kau upload dengan
kuota sekarat
akan kuunduh berkali-kali, kusimpan
berkali-kali sebab pixelnya selalu pecah
setiap kali kukompress dengan air mata cinta
kegelapan yang intim kian pekat menyelubungi
potret kita
aku tidak bisa bertanya pada ibuku yang telah bangkai
pondasi apa dari ketulusan ini
dustakah? pengkhianatankah?
padahal telah disematkan leherku
yang berbuah gigitan sengitmu
bersekutu kepada proposisi
hanya menjual kekalahan akan
logika matematika
percuma jika puan ujung-ujungnya
bercinta dengan penis laki-laki itu
maka tidak perlu disebutkan
dalam puisi ini
aku akan bangkit
menulis surat cinta terakhir
padamu meninggalkan pesan
berisi kenangan yang telah
kau bagi bersama
kuenyahkan wajah tunanganmu
yang acapkali dicampakkan
getir ranjang manisku
malam leleh di antara bulan basah
aku akan mengambil obat tidur
menenggaknya sampai overdosis
atau menenggelamkan diri di laut
merah
jerit lengkingmu memekikkan
seisi Lazarus, sayang
2023
😵Jadi kepada siapa kita berpegang? Selain yang diatas, hanyalah diri sendiri.
BalasHapusYoi, benar sekali bro, hanya dan kepada diri sendirilah aku mengabdi, menyembah kehampaan dan keakuan......
HapusHaaai.. ada post baru tuh, nungguin kan.. silahkan mampir ya :D
BalasHapusSetelah patah hati terbitlah bunuh diri.
BalasHapusEh, astagfirullah, jangan gitu v: