Akar Itu

akar-itu
Pixabay

Cerpen karangan : Adi Darmawan
Kategori : Cerpen Horor, Misteri
Jumlah Kata : 500

Kata ibuku, gudang tua bawah tanah rumah kita yang pintunya tertutup rapat dengan gembok besi berlapis itu memuat sebuah misteri di dalamnya. Dulu saat masih berusia 6 tahun aku sering mendengar bunyi-bunyian gaduh seperti gesekan batang pepohonan yang telah mengering digerus musim kemarau, suara gedor pintu, jerit minta tolong, rintihan kesakitan dari dalam gudang. Tiap kali aku bertanya pada nenekku, ia cuma berpesan, "jangan kau buka pintu itu, di dalamnya ada entitas menyerupai roh paling jahat". Pesan nenek selalu terngiang dalam benak dan pikiran sampai usiaku kini menginjak 30 tahun, baru kemarin tepatnya 13 desember 1989 ibu mengabariku untuk pulang ke kampung menemaninya, mengingat ia begitu kesepian semenjak ditinggal nenek 10 tahun belakangan. Masih teringat pecahan-pecahan memori pukul 12 lewat 15 saat aku terbangun dari mimpi buruk, aku kembali mendengar suara-suara yang merusak imaginasi. Kututup kepala dan telinga dengan bantal berharap ketakutan setengah mati berkurang sesaat, nyatanya tidak malah makin memperparah suasana. Bulu kudukku makin merinding. seiring dengan suhu tubuhku yang memuncak naik. Kunyalakan lampu, kucoba mendekati alarm rumah, seketika setelah 3 menit berbunyi membangunkan seisi rumah, ibu menyampari dan membopongku keluar dari kamar sambil menyerocos dalam bahasa jawa yang tidak kupaham apa artinya.

Kondisi rumah sudah berbeda sejak kepergian nenek, halaman belakang rumah dipenuhi rumput-rumput yang menjuntai tinggi melebihi tinggi pria dewasa. Halaman depan rumah dengan pagar-pagar reot dan beberapa bunga mawar serta kamboja, lumut di setiap liku lantai makin menambah kesan angker rumah kami. Setelah 24 tahun berlalu, akhirnya kejadian menegangkan itu pun terulang kembali, selepas pukul 12 malam, kegaduhan gudang itu berhasil membangunkanku, meski kali ini ada berbeda dari respon yang kupunya. Semakin bertambah usia semakin nyali kubesar, dipicu dengan rasa penasaran, aku mencoba mendekati sumber kegaduhan itu yang lokasi sangat dekat dengan kamarku tepat di pojok kanan sudut. dan ternyata benar, sumber kegaduhan itu berasal dari dalam gudang yang dikunci gembok besi berlapis. Dengan spontan kudekati telingaku ke permukaan pintu samar terdengar suara perempuan mendayu-dayu memanggil namaku, "sini firman, kemari firman, masuklah", aku teringat nenek pernah bilang kalau kunci gembok itu ditaruh di lemari pusaka peninggalan keluarga yang disimpan di loteng 2 bersebelahan dengan kamar ibu. Sigap mengendap-ngendap langsung kuambil kunci itu dari sebuah koper lusuh bertuliskan tahun 1667 made in Yugoslavia.

Aku sudah berdiri tepat di depan pintu gudang itu, terhalang kawat duri dengan gembok besi berlapis. Hawa seram kian menusuk keluar, bau bangkai tikus, daun yang berserakan dan gumul kecoa menciptakan suasana tidak nyaman. Sempat terpikir untuk mengurungkan niat membongkar rahasia di balik pintu ini. Akan tetapi ibarat nafsu sudah di ujung tanduk, segeralah aku buka satu per satu derat kunci tersebut, alhasil tampaklah pemandangan seisi gudang tersebut, betapa kaget aku melihat sebuah akar dengan bonggol yang besar dan tangan-tangan serabutnya mencakar ke tanah, terperangah dan sendu saat kusaksikan di tengah-tengah akar itu ada potongan kepala nenek dengan mata membelalak dan lidah melet, satu kepala asing; kepala laki-laki yang kucurigai adalah ayah yang dicari-cari ibu selama ini. Sontak kudekati akar itu, ada gerakan tiba-tiba mendekat dari belakang, seketika penglihatan gelap, kesadaranku menghilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar